Viewers

"The mind is like an iceberg, it floats with one-seventh of its bulk above water." ~ Sigmund Freud

Kamis, 14 Januari 2016

Menyikapi Spekulasi Aksi Terorisme Bom Jakarta


Jakarta kini tengah menjadi sorotan dunia setelah terguncang oleh aksi para teroris di kawasan Sarinah, Jl. MH Thamrin, DKI Jakarta, Kamis (14/1/2016). Menurut situs berita online Liputan6.com, aksi terorisme ditandai dengan terdengarnya enam ledakan sampai radius 2 km dari kawasan tersebut. Tak hanya itu, secara kronologis ledakan juga diiringi oleh baku tembak polisi dengan para kelompok teroris sehingga salah seorang diantara mereka meledakkan bom di area parkir Cafe Starbucks (Warta Kota, Tribunnews 14/1).


source http://jpnn.com

Situasi genting semacam ini lantas dengan mudah tersebar di berbagai media, termasuk televisi dan media sosial. Banyak warga yang saat itu tengah beraktivitas merekam dengan ponsel dalam siaran langsung pemberitaan di Metro TV, TV One, serta beberapa stasiun televisi yang lain. Bahkan saat baku tembak masih terjadi, banyak wartawan yang meliput berdiri di dekat aparat bertugas demi mendapatkan informasi secara utuh sehingga dapat ditayangkan live report.

Penyebaran informasi mengenai Bom Jakarta terus meluas dan hampir membanjiri berbagai akun media sosial yang ada. Hastag #prayforjakarta mulai mewarnai berbagai timeline akun media sosial sebagai tanda duka cita dan simpati mendalam Netizen. Peristiwa semacam ini mengingatkan kembali atas duka yang pernah dialami oleh Paris, dimana Lebih dari 150 orang tewas dalam serangan berdarah yang dilakukan dan nyaris bersamaan di enam tempat berbeda (Liputan6.com 13/11/2015). Dunia seakan berduka karena krisis terorisme yang disebut-sebut sebagai imbas dari pergolakan Timur Tengah kini telah mewabah di Eropa.

Kelompok terorisme terkuat bernama ISIS mengklaim bertanggung jawab atas seluruh rangkaian peristiwa bom mematikan di Paris (Kompas.com 14/11/2015). Begitu pula dalam peristiwa Bom Jakarta, detik.com (14/1/2016) menuturkan bahwasanya sebagai dalang terror di Sarinah, ISIS hanya menarget warga asing. Bom Paris sendiri ternyata masih mengundang pro dan kontra, dimana banyak kelompok tertentu yang menyatakan media terlalu berlebihan dalam memberitakan tragedi Paris. Hastag #prayforparis berhasil mendulang kontroversi (Media Perancis, infochretienne.com 27/11/2015), serupa dengan hastag #prayforjakarta yang juga masih diperbincangkan oleh kalangan Netizen.

Aksi teror di kawasan Sarinah juga tak luput dari lingkaran kepentingan politis berbagai pihak, termasuk spekulasi pada lini media online berskala kecil. Banyaknya spekulasi negatif yang muncul, baik dari pengamat maupun masyarakat justru dapat memperkeruh suasana. Padahal aksi terorisme memiliki tujuan psikologis yang sangat jelas, yaitu menciptakan sensasi agar masyarakat luas memperhatikan apa yang para teroris perjuangkan. Prof. Brian Jenkins, Phd., dalam buku O.C. Kaligis & Associates tahun 2001 menyatakan pendapat bahwa makna terorisme memiliki rumusan subjektif, sehingga sudut pandang tentang aksi teror akan menentukan tingkat keberhasilan tujuan terorisme. Usaha perumusan definisi terorisme juga dilakukan secara tidak mudah oleh PBB dengan membentuk Ad Hoc Committee on Terrorism tahun 1972 dengan mengadakan sidang selama tujuh tahun. Berarti kehati-hatian dalam melakukan spekulasi atas segala peristiwa yang berkaitan dengan terorisme sangat perlu dilakukan, apalagi sebagai masyarakat awam.

Dampak psikologis peristiwa Bom Jakarta tentu menyisakan trauma tersendiri bagi masyarakat. Serangkaian peristiwa bom yang pernah terjadi di Indonesia tidak mungkin terlupakan mengingat korban yang berjatuhan juga tidak sedikit. Munculnya hastag #KamiTidakTakut oleh berbagai kalangan, serta beberapa hastag positif lainnya seperti #IndonesiaBrave yang dicetuskan oleh Netizen seakan membangkitkan semangat bahwa Rakyat Indonesia tidak akan menyerah dalam melawan terorisme. Sejatinya terorisme bisa terjadi dimanapun, kapanpun, dan bisa dilakukan oleh siapapun. Terorisme hanyalah segelintir dari ribuan permasalahan bagi bangsa Indonesia, dimana Rakyat Indonesia terkenal sebagai pejuang yang tangguh dalam menghadapi setiap permasalahan. Ingatlah pepatah bijaksana yang mengatakan bahwa “Laut yang tenang tidak melahirkan pelaut yang handal.” Terorisme adalah kejahatan luar biasa yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keberanian kita sebagai Rakyat Indonesia.



Ditulis oleh Anindya Gupita Kumalasari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, kami akan segera memberi tanggapan pada komentar anda.