source [www.sanfranciscosentinel.com] |
Laju peningkatan
industri nasional tak dapat dipungkiri menjadi salah satu fokus pemerintah Indonesia
untuk membangkitkan pergerakan ekonomi masyarakat. Fokus peningkatan
kapabilitas industri berkaitan dengan keberadaan MEA atau Masyarakat Ekonomi
Asean sebagai agenda integrasi ekonomi negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk
meminimalisasi hambatan-hambatan di dalam melakukan kegiatan ekonomi lintas
kawasan, misalnya dalam perdagangan barang, jasa, dan investasi. Untuk
mendorong kemajuan dalam bidang industri, kebutuhan tenaga ahli tentu akan menjadi
sangat populer. Terlebih lagi, kebutuhan sumber daya manusia yang mengacu pada
inovasi teknologi merupakan moda utama pada pergerakan industri nasional.
Inovasi
teknologi adalah salah satu motivasi utama diselenggarakannya berbagai riset
ilmiah. Patron riset yang bertujuan dalam menghasilkan suatu produk teknologi memerlukan
batasan-batasan pengetahuan tertentu. Pendidikan sebagai kunci tercapainya
pembentukan sumber daya manusia berkualitas merangkum kebutuhan-kebutuhan riset
melalui kajian pengetahuan yang dikelola menjadi suatu kurikulum. Dasar-dasar
kebutuhan industri inilah yang mungkin telah memicu pencetusan Kurikulum
Perguruan Tinggi atau KPT berbasis metode industrialisasi. Seperti dalam Peraturan
Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI) yaitu kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat
menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan
bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan
kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor (pasal 1
ayat 1). Selanjutnya di dalam pasal 1 ayat 2 pada peraturan tersebut, capaian
pembelajaran dinyatakan sebagai kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi
pengetahuan, sikap, keterampilan, kompetensi, dan akumulasi pengalaman kerja.
KPT atau
Kurikulum Pendidikan Tinggi dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan
berorientasi pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan mengacu
pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi
(SN Dikti). Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN DIKTI) yang diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 tahun 2014 adalah satuan
standar yang meliputi Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan Standar
Nasional Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat. SN
DIKTI merupakan kriteria minimal tentang pembelajaran pada jenjang pendidikan
tinggi di perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri atas; standar kompetensi
lulusan, standar isi pembelajaran, standar proses pembelajaran, standar
penilaian pembelajaran, standar dosen dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana pembelajaran, standar pengelolaan pembelajaran, dan standar
pembiayaan pembelajaran. Berbagai standar memiliki rumusan pada KKNI dan
dijabarkan melalui capaian pembelajaran yang mengacu pada kepentingan profesi.
Ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia sangat mengutamakan pembentukan
sumber daya bagi perindustrian nasional.
Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, menyatakan
bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Dasar-dasar pendidikan yang
seharusnya lebih bermuatan kepada penetapan nilai-nilai sosial kemasyarakatan,
budaya, serta aspek legalitas penyelenggaraan pendidikan justru tergeser dengan
muatan industrialisme dalam Kurikulum Perguruan Tinggi. Rangkaian pengaruh
globalisasi serta tuntutan dalam perkembangan ekonomi seperti MEA atau AEC
(Asean Economic Community), AFTA (Asean Free Trade Area), GATS (General
Agreement Trade in Services) di bawah WTO (World Trade Organization) secara
masif membawa jalur reformasi pendidikan ke arah komersialisasi. Terlebih lagi
sebagai bagian dari GATS, Indonesia tentu mengarahkan tujuan pendidikannya pada
kepentingan konsumerisme jasa. Padahal pendidikan bukan sesuatu yang layak
untuk bergerak di bawah kepentingan pergerakan industri semata, melainkan
pengembangan karakter dan kemanusiaan yang disesuaikan dengan ideologi bangsa.
Industrialisasi
adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan
ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi. Kompetisi dalam pendidikan
memang mengacu pada tingkat produktivitas sumber daya agar menciptakan berbagai
inovasi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Tidak masalah memang jika
dalam implementasinya sesuatu yang dianggap kompetitif memiliki tujuan sosial
sesuai dengan amanat pembukaan Undang-Undang Dasar, yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa serta menghapuskan penjajahan di atas dunia. Akan tetapi
bagaimana jika metode industrialisasi yang diterapkan pada Kurikulum Pendidikan
Tinggi justru menjadikan generasi bangsa terjajah dengan pemikiran
individualistik atau kepentingan pribadi semata? Bagaimana jika pola
komersialisasi yang ternyata menjadi dasar reformasi pendidikan di Indonesia
menghambat masyarakat dalam memperoleh hak-hak mereka untuk mendapatkan
pendidikan layak? Akankah demoralisasi pendidikan menggerus upaya-upaya
perjuangan kemanusiaan agar bangsa Indonesia tetap terikat pada bentuk lain
dalam penjajahan?
Bersambung...
Ditulis oleh Anindya Gupita
Kumalasari
Source
http://ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/04/Sambutan-Hari-Pendidikan-Nasional-2-Mei-2016.pdf
Panduan Penyusunan CAPAIAN PEMBELAJARAN LULUSAN PROGRAM STUDI
DIREKTORAT PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih, kami akan segera memberi tanggapan pada komentar anda.